Sunday, October 23, 2016

Cerpen ini satu tahun mengendap dalam email surat kabar, tahun 2015 kuirimkan dan satu tahun lebih lama kubuat, tepatnya pada tahun 2014 di Bandung. Baru di tahun 2016, tepatnya tanggal 30 Juli akhirnya dimuat di surat kabar Harian Rakyat Sumbar. sangat lama juga, ya... Yang terpenting, semoga ini bisa menghibur anda. Selamat membaca....

 Rezim Norky dan Abad Pencurian



Pagi-pagi, setiap bangun tidur, Norky dengan cepat memasang kembali organ-organ tubuhnya sesuai pada tempatnya. Mata, hidung, alis, telinga, rambut, kaki, dan lain-lainnya harus terpasang dengan benar. Apa kata dunia nanti seandainya melihat manusia dengan wujud telinga pada mata, tangan pada kaki, dan yang paling parah, bagaimana jika anus dan mulut bertukar posisi? Kau tentu tak ingin membayangkan proses bagaimana makhluk tersebut memasukkan makanan atau mengeluarkan hasil olahannya, bukan? Tapi bagi Norky yang sudah terbiasa, memasang bagian-bagian tubuhnya adalah persoalan yang gampang. Ia membiarkan alam bawah sadarnya melakukan sendiri tugas rutin itu, dan bukankah aktifitas manusia itu didominasi oleh alam bawah sadarnya? Jadi kebiasaan Norky itu tidak dapat dikatakan mustahil.
Mungkin orang akan bertanya, buat apa melepaskan “atribut-atribut” tubuh itu sebelum tidur? ‘kan lebih baik tidak perlu dilepas biar tidak repot-repot bongkar-pasang jika bangun atau mau tidur? Tapi sebagai Presiden yang setiap waktunya sibuk mengurusi negara, melepaskan atribut tubuh itu perlu dilakukan agar semuanya dapat diistirahatkan lebih optimal. Ibarat barang, atribut-atribut itu harus punya masa istirahat setelah seharian sibuk dipakai agar tetap awet dan bisa penuh performa lagi saat esok digunakan. Ketika ada wartawan yang menyodorkan pertanyaan terkait hal ini, beginilah sang presiden menjawab:
“Suka-suka tuannya, dong! Mau dicopot atau dipasang, orang lain tidak berhak berkomentar. Ini adalah cara saya untuk menghargai anugerah Tuhan dalam rangkah melestarikan pemberianNya kepada saya.”
            Sebelum berdinas untuk mengabdi pada negara, sang istri tercinta sudah mengabdikan dirinya pada Norky. Semua hidangan sarapan dihidangkan sesuai selerah presiden. Dimasak sendiri dengan penuh cinta. Ini adalah hal yang paling membahagiakan bagi Norky, dan ini adalah ritualnya menyambut pagi, sebelum otaknya sesak dijejali urusan negara.
            Bagi presiden Norky, dalam mengatur urusan negara, semua aturannya harus praktis dan otomatis. Ia membenci pada segala hal yang ribet, misalnya: untuk melamar pekerjaan, seseorang harus menyiapkan terlebih dahulu keperluan dokumen dan tetek-bengeknya yang sudah menyita waktu, tenaga dan biaya. Belum lagi ijazah pendidikan formal sesuai bidangnya menjadi jaminan paten untuk diterima dibanding skill nyata individu. Dan yang paling menyebalkan, menurutnya, hal ini melibatkan uang panas pada bos perusahaan itu atau menggunakan jalur kolusi dan nepotisme. Hal seperti ini harus diberantas tuntas. Negara harus punya pribadi yang unggul, mental-mental pragmatis harus dimusnahkan.
Maka, untuk mewujudkan visi-misi mulia untuk menciptakan negara yang berkarakter unggul itu, segala peraturan negara sebelumnya yang sering disalahgunakan oleh oknum-oknum jahat dan tindak kejahatan lainnya harus ditindak keras.
“Jadi pribadi yang baik jangan sampai lupa. Ya, lupa adalah awal mula hal buruk tercipta. Negara kita sering kecolongan karena kita lupa: lupa diri, lupa sesama, dan lupa Tuhan,” kata presiden Norky dalam memberikan suatu pidato. Namun adakah manusia yang terhindar dari lupa? 
Dulu, sebelum sebelum presiden Norky duduk di kursi pemerintahan, banyak sekali tindak pencurian terjadi dalam negara. Pelakunya paling banyak malah justru orang dalam sendiri. Pencuri-pencuri banyak yang dilegalkan. Segala kelas pencuri memiliki nama-nama yang sesuai dengan jenis barang yang dicurinya maupun besar-kecilnya nilai barang itu. Mulai dari kelas teri, ada pengutil dan pengentit. Kelas salmon, ada pencopet dan maling. Kelas paus, ada perampas, penodong, perampok dan sekawaanannya. Kelas hantu, ada penggelap, pengelabuh, koruptor dan antek-anteknya. Akibatnya bangsa kita jadi bermental bajingan. Jadi menurut presiden kita, Norky, ini harus benar-benar dihentikan sebab pencurian telah menjadi kebudayaan, abad yang mengerikan. Maka, sistem baru harus diterapkan. Jangan sampai sejarah abad pencurian masih dibudidayakan, sebab sejarah yang terulang adalah suatu kebodohan tingkat internasional.
Untuk memerangi hal di atas, eksekusi perlu dilakukan. Para pencuri itu harus diberi ultimatum. Jika mereka mencuri ayam maka harus dipotong tangannya, mencuri sandal dipotong kakinya, mencuri istri tetangga dipotong burungnya, dan jika mencuri uang negara harus dipotong lehernya. Dan benar saja, sejak awal tahun presiden Norky memerintah, negara jadi makmur sentosa, dengan catatan: ribuan warga negara berstatus buntung terbaca jelas pada KTP-nya. Itu merupakan harga yang harus dibayar untuk mendirikan era baru kebangkitan bangsa.
Apa kau setuju dengan hal ini? atau ada banyak pertanyaan yang muncul dibenakmu tentang kebijakan ini? Aku tidak pandai menjawabnya. Hanya saja, beberapa pihak kontra akhirnya muncul untuk menentang kebijakan sang presiden. Sejak itu muncullah konfrontasi lewat media massa  mengenai hal ini.
“Hukuman itu seharusnya dibuat untuk membuat jerah, bukan merampas masa depan tersalah. Akibat kebijakan presiden, banyak warga buntung dikucilkan oleh masyarakat.”
“Apakah ini yang namanya cita-cita untuk membangun pribadi negara yang unggul? Kenapa justru menciptakan ciri khas kehinaan di mata negara lain karena banyak warga buntung di mana-mana?”
“Presiden Norky sudah tidak manusiawi lagi, ia telah mengganti hatinya dengan chip memory yang mengatur pemerintahan negara. Bukankah, ia suka bongkar-pasang tubuhnya? Jika kini ia telah jadi robot, seharusnya ia mengatur kebijakannya pada robot. Rakyat kan manusia, bukan robot, maka sistem pemerintahan yang harus diteapkan seharusnya manuisawi pula.”
Norky meremas-remas koran-koran di mejanya yang mewartakan hal di atas tersebut.
“Apa-apaan mereka? Berani menulis tapi tak berani terang menyebut namanya. Beraninya cuma sama pantat saja, tidak dengan muka,” gerutu sang presiden. Ingin sekali ia melacak keberadaan penulis sembrono itu lalu menculiknya, setelah itu mencincang dan menyantapnya mentah-mentah. Hanya saja ia sadar betul, penculikan itu sama saja dengan pencurian dalam bentuk yang lain. Maka sebagai pemimpin yang bijaksana, ia tidak akan melakukan tindakan jahat itu. Sang Presiden akhirnya berdoa agar peristiwa semacam ini cepat berlalu.
Tetapi, akibat munculnya argumen-argumen dari para penulis itu, timbul reaksi dari masyarakat yang mempertanyakan keorisinilan presiden Norky sebagai manusia murni. Tentunya, mereka tak ingin dipimpin oleh seorang robot. Bisa menjadi terror apabila negara dipimpin oleh robot, bisa saja robot punya misi terselubung untuk menciptakan kebudayaan baru dalam dunia, yakni mengubah masyarakat menjadi robot. Semut dipimpin oleh ratu semut. Lebah dipimpin oleh ratu lebah. Singa dipimpin pejantannya. Dan manusia harus dipimpin manusia. Ini sudah kodrat alami. Tak boleh ada robot duduk di kursi pemerintahan. Haram hukumnya.
            Keesokan harinya, usai bangun tidur, Presiden Norky buru-buru memasang organ-oragan tubuhnya, lalu mandi dan berpakaian.
            “Kok buru-buru, Pa?” tanya sang Ibu presiden kita yang masih tergolek lemas di ranjang. Ya, sang presiden perlu mendapat jatah “cinta” dari sang istri untuk menjadi vitamin baginya menghadapi suatu hal yang akan berlangsung hari itu.
            “Tidak ada apa-apa,” jawab Norky dengan datar. Sang istri lekat-lekat menatap suaminya.
Presiden sangat mencintai istrinya. Ia percaya, di balik lelaki hebat, ada sang istri di belakangnya. Singkatnya, sang istri adalah kekuatan baginya. Dan presiden tak ingin menceritakan masalah yang akan ia hadapi hari itu, agar istrinya tidak cemas. Tetapi saat menatap mata wanita yang dikasihinya itu mengandung kecemasan dan tanda tanya, hati presiden jadi berkata lain:
“Iya, Ma... sebenarnya massa sudah sulit percaya padaku. Tadi ada yang menelpon, massa telah mengelilingi Istana Presiden sambil menyiapkan pentungan dan molotov. Entah bagaimana jalan pikir mereka, katanya ingin menuntut hal tentang humanisme, tetapi mereka sendiri mempraktikkan cara binatang.”
“Wah, Mama takut, Pa. Jangan pergi ke sana, ya?”
“Seorang pemimpin tidak boleh lari atau sembunyi, Ma. Tenang saja, Papa tidak salah. Ini akan jadi aksi damai nantinya.” Presiden Norky memeluk tubuh istrinya, agak lama. “Papa pamit, Ma.”
Istri presiden itu tercenung. Kecupan hangat mendarat di keningnya.
Sang presiden langsung bablas dibawa pergi supirnya. Tak lama kemudian, sang istri berlari keluar rumah dengan panik.
“Pa... Papa...! Kembali, Pa!”
Mobil presiden Norky semakin menjauh, meninggalkan otak presiden di ranjang yang lupa dipasang.[]


#Yayasan Kebudayaan Bandung_Bandung, 27 April 2014



12:34 AM   Posted by Unknown in , with No comments

0 comments:

Post a Comment

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search